Secara historis, istilah epistemologi
digunakan pertama kali oleh J.F. Ferrier, untuk membedakan dua cabang filsafat,
epistemologi dan ontologi.
Sebagai sub sistem filsafat, epistemologi
ternyata menyimpan “misteri” pemaknaan yang tidak mudah dipahami. Pengertian epistemologi ini cukup menjadi
perhatian para ahli, tetapi mereka memiliki sudut pandang yang berbeda ketika
mengungkapkannya, sehingga didapatkan pengertian yang berbeda-beda, buka saja pada
redaksinya, melainkan juga pada substansi persoalannya.
Substansi persoalan menjadi titik sentral dalam upaya memahami pengertian
suatu konsep, meskipun ciri-ciri yang melekat padanya juga tidak bisa
diabaikan. Lazimnya, pembahasan konsep apa pun, selalu diawali dengan
memperkenalkan pengertian (definisi) secara teknis, guna mengungkap substansi
persoalan yang terkandung dalam konsep tersebut. Hal iini berfungsi mempermudah
dan memperjelas pembahasan konsep selanjutnya. Misalnya, seseorang tidak akan
mampu menjelaskan persoalan-persoalan belajar secara mendetail jika dia belum
bisa memahami substansi belajar itu sendiri. Setelah memahami substansi belajar
tersebut, dia baru bisa menjelaskan proses belajar, gaya belajar, teori
belajar, prinsip-prinsip belajar, hambatan-hambatan belajar, cara mengetasi
hambatan belajar dan sebagainya. Jadi, pemahaman terhadap substansi suatu
konsep merupakan “jalan pembuka” bagi pembahasan-pembahsan selanjutnya yang
sedang dibahas dan substansi konsep itu biasanya terkandung dalam definisi.
A.
Manfaat mempelajari epistemologi secara
teoritis dan praktis
Epistemologi bermaksud mengkaji dan mencoba menemukan
ciri-ciri umum dan hakiki dari pengetahuan manusia. Epistemologi juga bermaksud
mengkaji pengandaian-pengandaian dan syarat-syarat logis yang mendasari
dimungkinkannya pengetahuan itu. Epistemologi juga mencoba memberi
pertanggungjawaban rasional terhadap klaim kebenaran dan obyektivitasnya.
Dari maksud itu, maka Epistemologi dapat dinyatakan suatu
disiplin ilmu yang bersifat evaluatif, normative, dan kritis. Evaluatif berarti
bersifat menilai. Epsitemologi menilai apakah keyakinan, sikap, pernyataan
pendapat, teori pengatahuan dapat dibenarkan, diajamin kebenarannya, atau
memiliki dasar yang dapat dipertanggungjawabkan secara nalar.
Sebagai sub sistem filsafat, epistemologi atau teori pengetahuan
yang pertama kali digagas oleh Plato ini memiliki objek tertentu. Objek epistemologi
ini menurut Jujun S.Suriasumatri berupa “segenap proses yang terlibat dalam
usaha kita untuk memperoleh pengetahuan.” Proses untuk memperoleh pengetahuan inilah
yang menjadi sasaran teori pengetahuan dan sekaligus berfungsi mengantarkan
tercapainya tujuan, sebab sasaran itu merupakan suatu tahap pengantara yang
harus dilalui dalam mewujudkan tujuan. Tanpa suatu sasaran, mustahil tujuan
bisa terealisir, sebaliknya tanpa suatu tujuan, maka sasaran menjadi tidak
terarah sama sekali.
Selanjutnya, apakah
yang menjadi tujuan epistemologi tersebut. Jacques Martain mengatakan:
“Tujuan epistemologi bukanlah hal yang utama untuk menjawab pertanyaan,
apakah saya dapat tahu, tetapi untuk menemukan syarat-syarat yang memungkinkan
saya dapat tahu”. Hal ini menunjukkan, bahwa epistemologi bukan untuk
memperoleh pengetahuan kendatipun keadaan ini tak bisa dihindari, akan tetapi
yang menjadi pusat perhatian dari tujuan epistemologi adalah lebih
penting dari itu, yaitu ingin memiliki potensi untuk memperoleh pengetahuan.
Rumusan tujuan epistemologi tersebut memiliki makna strategis dalam
dinamika pengetahuan. Rumusan tersebut menumbuhkan kesadaran seseorang bahwa
jangan sampai dia puas dengan sekedar memperoleh pengetahuan, tanpa disertai
dengan cara atau bekal untuk memperoleh pengetahuan, sebab keadaan memperoleh
pengetahuan melambangkan sikap pasif, sedangkan cara memperoleh pengetahuan
melambangkan sikap dinamis. Keadaan pertama hanya berorientasi pada hasil,
sedangkan keadaan kedua lebih berorientasi pada proses. Seseorang yang
mengetahui prosesnya, tentu akan dapat mengetahui hasilnya, tetapi seseorang yang
mengetahui hasilnya, acapkali tidak mengetahui prosesnya. Guru dapat
mengajarkan kepada siswanya bahwa dua kali tiga sama dengan enam (2 x 3 = 6)
dan siswa mengetahui, bahkan hafal. Namun, siswa yang cerdas tidak pernah puas dengan pengetahuan dan
hafalan itu. Dia tentu akan mengejar bagaimana prosesnya, dua kali
tiga didapatkan hasil enam. Maka guru yang profesional akan menerangkan proses
tersebut secara rinci dan mendetail, sehingga siswa benar-benar mampu
memahaminya dan mampu mengembangkan perkalian angka-angka lainnya.
RASIONAL MENGAPA
MEMPELAJARI EPISTEMOLOGI
Sekurang-kurangnya ada tiga alasan yang dapat dikemukakan mengapa epistemologi perlu dipelajari.
Sekurang-kurangnya ada tiga alasan yang dapat dikemukakan mengapa epistemologi perlu dipelajari.
1. Pertimbangan Strategis:
Pengetahuan adalah kekuasaan (Knoledge
is power). Pengetahuan mempunyai daya kekuatan untuk mengubah keadaan. “Apabila
pengetahuan adalah suatu kekuatan yang telah dan akan terus membentuk
kebudayaan, menggerakan dan mengubah dunia, sudah semestinyalah apabila kita
berusaha memahami apa itu pengethauan, apa sifat dan hakikatnya , apa daya dan
ketebatasnnya, apa kemungkinan permasalahannya.
Kajian epistemologis perlu karena pengetahuan sendiri
merupakan hal yang secara strategis penting bagi hidup manusia. Strategi
berkenaan dengan bagaimana mengelola kekuasaan atau daya kekuatan yang ada.
Sehingga tujuan dapat tercapai. Pengetahuan pada dasarnya adalah suatu
kekuasaan atau daya. Sudah sejak Francis Bacon (1561-1626) orang disadarkan
akan kenyataan bahwa pengetahuan adalah suatu kekuasaan (knowledge is power).
Pengetahuan mempunyai daya kekuatan untuk mengubah keadaan. Seperti yang
dikatakan Pranarka: “Apabila pengetahuan adalah suatu kekuatan yang telah dan
akan terus membentuk kebudayaan, mneggerakkan dan mengubah dunia, sudah
semestinyalah apabila kita berusaha memahamii apa itu pengetahuan, apa sifat
dan hakikatnya, apa daya dan keterbatasannnya, apa kemungkinan dan
permasalahannya.” Pertanyaan-pertanyaan asasi tentang pengetahuan seperti itu
dicoba untuk dijawab oleh epistemologi
2. Pertimbangan Kebudayaan:
Mempelajari
epistemology diperlukan pertama-tama untuk mengungkap pandangan epistemologis
yang sesungguhnya ada dan terkandung dalam setiap kebudayaan. Setiap
kebudayaan, entah secara implicit ataupun ekplisit, entah hanya lisan atau
tulisan , entah secara sistematis ataupun tidak, selalu memuat pandangan
tentang pengetahuan.
Pengetahuan merupakan salah satu unsur kebudayaan.
Pengetahuan memegang peran penting. Berkat pengetahuan, manusia dapat mengolah
dan mendayagunakan alam lingkungannya. Ia juga dapat mengenali permasalahan
yang dihadapi, menganalisis, menafsirkan pengalaman dan peristiwa-peristiwa
yang dihadapinya, menilai situasi serta mengambil keputusan untuk berkegiatan.
Dari segi pertimbangan kebudayaan, memperlajari
epistemologi diperlukan pertama-pertama untuk mengungkap pandangan
epistemologis yang sesungguhnya ada dari kandungan dalam setiap kebudayaan.
Setiap kebudayaan, entah implisit atau eksplisit, entah hanya secara lisan atau
tulisan, entah secara sistematis ataupun tidak, selalu memuat pandangan penting
tentang pengetahuan berikut arti dan pentingnya dalam kehidupan manusia.
3. Pertimbangan pendidikan: berdasarkan
pertimbangan pendidikan epistemology perlu dipelajarai karena manfaatnya untuk
bidang pendidikan. Pendidikan sebagai usaha sadar untuk membantu peserta didik
mengembangkan pandangan hidup, sikap hidup dan ketrampilan hidup, tidak dapat
lepas dari penguasaan pengetahuan. Proses Belajar Mengajar dalam konteks
pendidikan selalau memuat unsure penyampaian pengetahuan, ketrampilan, dan
nilai-nilai.
Epistemologi perlu dipelajari karena manfaatnya untuk
bidang pendidikan. Pendidikan sebagai usaha sadar untuk membantu peserta didik
mengembangkan pandangan hidup, serta sikap hidup dan keterampilan hidup, tidak
dapat lepas dari penguasaan pengetahuan.
Pengetahuan tentang peta ilmu, sejarah perkembangannya,
sifat hakiki, dan cara kerja ilmu yang diandikan dimiliki oleh mereka yang mau
mengelola pendidikan merupakan pokok bahasan dalam kajian epistemologi.
B. Tokoh epistemologi dalam pandangan
Manusia
adalah makhluk yang lemah dibanding makhluk lain namun dengan akal budinya dan
kemauannya yang sangat kuat maka manusia dapat mengembangkan ilmu pengetahuan
dan teknologi dengan ilmu pengetahuan dan
teknologi manusia dapat hidup dengan lebih baik lagi. Akal budinya dan
kemauannya yang sangat kuat itulah sifat unik dari manusia.
Rasa
ingin tahu makhluk lain lebih didasarkan oleh naluri (instinct) /idle curiosity naluri ini didasarkan pada upaya
mempertahankan kelestaraian hidup dan sifatnya tetap sepanjang zaman. Manusia
juga mempunyai naluri seperti tumbuhan dan hewan tetapi ia mempunyai akal budi
yang terus berkembang serta rasa ingin tahu yang tidak terpuaskan. Sesuatu
masalah yang telah dapat dipecahkan maka akan timbul masalah lain yang menunggu
pemecahannya, manusia setelah tahu apanya maka ingin tahu bagimana dan mengapa. Contoh : tempat tinggal manusia purba sampai manusia modern,
contoh lain seperti penyakit setelah ditemukan obat suatu penyakit ada penyakit
lain lagi yang dicoba untuk dicari obatnya (HIV AIDS)
Manusia
yang mempunyai rasa ingin tahu terhadap rahasia alam mencoba menjawab dengan
menggunakan pengamatan dan penggunaan pengalaman, tetapi sering upaya itu tidak
terjawab secara memuaskan. Pada manusia kuno untuk memuaskan mereka menjawab
sendiri. Misalnya kenapa ada pelangi mereka membuat jawaban, pelangi adalah
selendang bidadari atau kenapa gunung meletus jawabannya karena yang berkuasa
marah. Dari hal ini timbulnya pengetahuan tentang bidadari dan sesuatu yang berkuasa.
Pengetahuan baru itu muncul dari kombinasi antara pengalaman dan kepercayaan
yang disebut mitos. Cerita-cerita mitos disebut legenda. Mitos dapat diterima
karena keterbatasan penginderaan, penalaran, dan hasrat ingin tahu yang harus
dipenuhi. Sehubungan dengan dengan kemajuan zaman, maka lahirlah ilmu
pengetahuan dan metode ilmiah.
Puncak
pemikiran mitos adalah pada zaman
Babilonia yaitu kira-kira 700-600 SM.
Orang Babilonia berpendapat bahwa alam
semesta itu sebagai ruangan setengah
bola dengan bumi yang datar sebagai lantainya dan langit dan bintang-bintang
sebagai atapnya. Namun yang menakjubkan mereka telah mengenal bidang ekleptika
sebagai bidang edar matahari dan menetapkan perhitungan satu tahun yaitu satu kali matahari beredar
ketempat semula, yaitu 365,25 hari. Pengetahuan dan ajaran tentang orang
Babilonia setengahnya merupakan dugaan, imajinasi, kepercayaan atau mitos
pengetahuan semacam ini disebut Pseudo
science (sains palsu).
Ilmu kuno
kadang-kadang cerita dari sekelompok individu, baik yang terisolasi atau yang dihubungkan
dengan hubungan renggang, sering berkomunikasi melintasi abad atau lebih dalam
daripada tulisan-tulisan mereka bekerja bersama dalam usaha kolektif yang
berkelanjutan atau institusi (seperti yang kita kenal sekarang).
Namun
Thales diikuti oleh dua penerusnya dalam abad yang sama di kota yang sama
Miletos, keduanya menganjurkan variasi dari monisme, gagasan bahwa segala
sesuatu dapat dikurangi menjadi satu prinsip. Ketika Thales menyatakan bahwa
air adalah prinsip dari segala sesuatu , implikasi penting dari deklarasi
adalah bahwa segala sesuatu yang terbuat dari satu prinsip ilahi yang abadi,
terlepas dari apa yang mungkin prinsip pertama.
Komitmen
terhadap monisme menjadi warisan Thales, dilanjutkan dan menegaskan pada
gilirannya oleh Anaximandros (halaman ini) dan Anaximenes. Seperti Thales,
Anaximandros dari Miletos menolak dewa Olimpia antropomorfik mendukung
impersonal dan konsepsi monistik keilahian - bahwa segala sesuatu adalah Satu.
Bahwa
segala sesuatu yang terbuat dari air bukan pernyataan satu jenis didorong oleh
observasi. Argumen dulu dan sekarang tentang realitas apa dan bagaimana ia
paling terkenal dilakukan pada bidang intelektual yang tinggi, dan memerlukan
dorongan untuk rasional ditentukan urutan di alam semesta yang terbang dalam
menghadapi pengamatan normal - ini adalah kasus khusus untuk setiap pernyataan
bahwa segala sesuatu sebenarnya sama. Namun Anaximandros 'jawaban itu tampak
lebih jauh dihapus dari pengalaman dan pengamatan umum daripada air.
Anaximandros
beralasan bahwa hal-hal baru terus-menerus datang untuk menjadi dari kuantitas
tak terbatas materi, dan hal-hal ini memiliki sifat yang berlawanan; misalnya,
ada yang basah dan yang lain kering. Namun jika air adalah prinsip segala
sesuatu, maka segala sesuatu harus basah. Air dan api dapat menghancurkan satu
sama lain, jadi bagaimana api bisa datang untuk dapat dari hanya air?. Sebaliknya,
air harus dipertimbangkan sebagai sendiri salah satu berlawanan; oleh karena
itu tidak bisa menjadi hal yang utama (kontra Thales). Jadi hal utama harus
menjadi sesuatu yang belum terdiferensiasi, tanpa kualitas, yang dapat
menimbulkan baik basah-kering, panas-dingin, dan sifat-sifat berlawanan lainnya
dalam jumlah yang sama dan secara simultan.
Tokoh-tokoh
Yunani dan lainnya yang memberikan sumbangan perubahan pemikiran pada waktu itu
adalah :
1. Anaximandros (610-547 SM), seorang filusuf Yunani yang
berpendapat bahwa “asal alam itu satu, tetapi bukan air akan tetapi “Apeiron”
yang tidak ada persamaannya di muka bumi ini, berbeda dengan pendapat gurunya
Thales (640-545 SM) yang berpendapat bahwa “asal alam ini adalah air”.
Apeiron dianggap sebagai Anaximandros
ilahi, abadi, dan tak dapat dihancurkan; dari itu segala sesuatu timbul, semua
langit dan dunia di dalam diri mereka. "Tidak ada awal yang tak terbatas [apeiron], karena
dalam kasus itu akan berakhir. Tapi ini tanpa awal dan tak dapat dihancurkan,
sebagai semacam prinsip pertama,
karena itu perlu bahwa apa pun yang datang menjadi ada harus memiliki akhir,
dan ada kesimpulan dari semua kehancuran.
Oleh
karena itu seperti yang kita katakan, tidak ada prinsip pertama ini [yaitu
apeiron], tapi itu sendiri tampaknya menjadi prinsip pertama dari semua hal-hal
lain dan untuk mengelilingi semua dan untuk mengarahkan semua , seperti kata
mereka yang berpikir bahwa tidak ada penyebab lain selain yang tak terbatas
(seperti pikiran, atau persahabatan), tetapi itu sendiri adalah ilahi, sebab itu adalah abadi dan tak dapat
dihancurkan, sebagai Anaximandros dan sebagian besar fisikawan katakan.
".
"Tidak
ada awal yang tak terbatas [apeiron],
karena dalam kasus itu akan berakhir. Tapi ini tanpa awal dan tak dapat
dihancurkan, sebagai semacam prinsip
pertama, karena itu perlu bahwa apa pun yang datang menjadi ada
harus memiliki akhir, dan ada kesimpulan dari semua kehancuran. Oleh karena itu
seperti yang kita katakan, tidak ada prinsip pertama ini [yaitu apeiron], tapi
itu sendiri tampaknya menjadi prinsip pertama dari semua hal-hal lain dan untuk
mengelilingi semua dan untuk mengarahkan semua , seperti kata mereka yang
berpikir bahwa tidak ada penyebab lain selain yang tak terbatas (seperti
pikiran, atau persahabatan), tetapi itu
sendiri adalah ilahi, sebab itu adalah abadi dan tak dapat dihancurkan, sebagai
Anaximandros dan sebagian besar fisikawan katakan. "
Anaximandros berpendapat bahwa jagad raya
berasal dari semua yang tidak terhingga (apeiron). Menurut Anaximandros jagad raya ini terjadi
tidak berkeputusan, apeiron bekerja tidak pernah berhenti, tidak berhingga banyaknya. Apeiron tidak dapat dirupakan, tidak ada persamaan
dengan salah satu materi yang ada di jagad raya ini, apeiron tidak kenal waktu dan menyelubungi semua
jagad raya. Menurut Anaximadros bumi berbentuk silinder yang terletak persis di
pusat jagat raya, jadi bukan di atas air.
2.
Anaximenes (538-480 SM) berpandangan lain lagi, bahwa prinsip
pertama jagad raya ini adalah udara, Anaximenes tidak dapat menerima pandangan Anaximandros,
bagaimana mungkin hal yang tidak terbatas dapat menjadi asas seluruh jagad raya
dengan segala isinya ?. Bagi Anaximenes udaralah yang pantas menjadi asas bagi
jagad raya ini. Manusia akan mati apabila udaranya tidak ada, sebagaimana jiwa
manusia yang tidak lain adalah udara, begitu pula udara juga mengikat dunia ini
menjadi satu, hal ini mungkin karena pemadatan udara dan pengencerannya. Karena
udara memadat maka timbullah secara berturut-turut angin, tanah, dan batu,
sebaliknya karena udara menjadi encer dan cair, maka timbullah api. Demikian
udara menjadi anasir-anasir yang membentuk jagat raya dan segala isinya.
Anaximenes adalah pemikir pertama yang mengemukakan persamaan antara tubuh
dengan jagat raya. Tubuh menurut Anaximenes adalah mikrokosmos, sedangkan jagat
raya adalah makrokosmos,
tetapi Anaximenes sendiri belum menggunakan
istilah itu.
3. Herakleitos, (560-470 SM) pengkoreksi pendapat Anaximenes, justru apilah yang menyebabkan transmutasi,
tanpa ada api benda-benda akan seperti apa adanya.
Ia
mengatakan bahwa hanya satu anasir, yaitu api. Api yang mudah bergerak dan
bertukar rupa menjadi kiasan dari suatu kejadian, tidak ada yang boleh disebut
“ada” melainkan “menjadi”. Dunia ini senantiasa berubah, dan segala perubahan
itu dikuasai oleh hukum dunia yang satu yaitu “logos”. Logos
adalah pikiran yang benar. Dari kata itu muncul kemudian “logika”.
4. Thales, (600 SM) berpendapat bahwa kehidupan itu berasak dari
satu anasir saja yaitu
air,dan semua akan kembali kepada air. Thales menyatakan bahwa air adalah
prinsip dari segala sesuat.
Demikian sekilas mengenai epistemologi. Semoga bermanfaat. Have a nice day
Demikian sekilas mengenai epistemologi. Semoga bermanfaat. Have a nice day
Tidak ada komentar:
Posting Komentar